SEUTAS HARAPAN YANG SIRNA oleh RIZKY TANIA DINI O

SEUTAS HARAPAN YANG SIRNA
                                                                    Oleh:Rizky Tania Dini O.

      "Rey, jangan pernah takut untuk berkata jujur, dan kamu harus berani bertanggung jawab jika melakukan kesalahan. Ingatlah, untuk meraih kesuksesan,
harus dimulai dari sikap mu. Kesuksesan tidak hanya dilihat dari hasilnya saja, tetapi juga dilihat dari bagaimana kamu meraihnya dengan usahamu. Jadilah pribadi
yang baik dan pantang menyerah. Yakinlah bahwa segala usahamu akan membuahkan hasil yang maksimal"
"Iya Yah, makasih nasehatnya" jawabku dengan tersenyum. Setiap pagi, Ayahku selalu memberiku nasehat. Walaupun nasehat nya singkat, hal itulah yang menambah
semangatku. Ya, semenjak wafatnya Ibuku, Ayahku lah yang aku harapkan kini.
       Pagi ini, aku harus datang tepat waktu untuk menemui kepala sekolah.
"Yah, Rey berangkat sekolah dulu ya," ucapku
"Iya nak, hati hati uhuk uhuk" jawabnya. Aku khawatir dengan kondisi Ayah yang sedang sakit. Rasanya tidak tega meninggalkan nya sendiri di rumah.
"Semoga Ayah baik-baik saja" batinku. Mentari sudah mulai menampakan sinarnya, ku goes sepeda ontelku dengan tergesa-gesa. Untungnya sesampainya aku disekolah,
bel belum berbunyi. Aku langsung menuju ruang kepala sekolah untuk menemui Pak David, kepala sekolah.
       "Permisi Pak, saya Rey. Maaf saya terlambat" ucapku agak gugup.
"Ooo ya nak,silahkan masuk."
"Ada keperluan apa ya Pak, memanggil saya?" tanyaku.
"Jadi begini nak, mengenai kondisi keluargamu, Kami dari pihak sekolah berkenan memberi beasiswa untuk jenjang SMP hingga SMA nanti. Jadi, Kamu tidak perlu khawatir
akan biaya sekolah. Pemerintah sudah membebaskan mu dari biaya sekolah selama 6 tahun." jelas kepala sekolah.
"Ini benar Pak? Saya tidak menyangka bahwa saya akan mendapatkan beasiswa dari pemerintah. Terimakasih banyak Pak," ucapku dengan air mata yang menetes tepat di
pipiku. Rasa haru dan senanglah yang ku rasakan kini.
"Ini benar nak,"
"Sekali lagi, terima kasih Pak." ucapku sambil mencium tangan Pak David
"Iya nak, sama-sama. Sekarang kembali ke kelasmu, sebentar lagi bel berbunyi. Jangan lupa belajar yang rajin nak, buatlah Ayahmu bangga dengan prestasimu." jelas Pak
David.
"Baik Pak,permisi" ucapku dengan sopan. Aku pun meninggalkan ruang kepala sekolah.
        Tepat pukul 07.00, bel berbunyi. Menandakan semua siswa untuk masuk ke kelas mereka masing-masing. Jam pertama dimulai. Pelajaran pertama kelas ku hari ini
adalah Bahasa Inggris. Mungkin sebagian murid di kelasku paling tidak suka dengan pelajaran bahasa inggris. Banyak yang mengatakan, pelajaran nya sangat membosankan.
Tapi menurutku, bahasa inggris tidak seburuk itu. Hanya saja, kita harus menguasai kosa kata dalam bahasa inggris agar kita mudah dalam mempelajarinya,itulah yang
dikatakan Mr.Zeen.
        Tiap jam pun terlewati menyisakan jam terakhir di hari ini. Semua nampak senang saat bel berbunyi. Surga dunia yang dinantikan semua siswa pun datang.
Semua siswa mengemasi buku mereka. Doa pun dipimpin ketua kelas. Saat semua siswa telah keluar dari kelas, kini petugas piket di hari selasa bertugas untuk
membersihkan kelas. Saat Rey sedang merapikan meja guru, tanpa segaja ia menyenggol vas bunga.
"Rey, apa yang kamu lakukan. Jika Bu Reva tau, pasti dia akan marah" ucap tegar
"Aku tidak sengaja menyenggolnya, maafkan aku. Aku akan bertanggung jawab mengganti vas bunga ini" ucapku dengan rasa bersalah sekaligus takut. Semua teman-temanku
hanya diam dan melanjutkan tugasnya. Saat tugas piket sudah selesai, Aku langsung menuju ke ruang guru menemui Bu Reva. Untung saja di ruang guru itu hanya terdapat
beberapa guru saja.
"Permisi Pak,Bu. Rey kemari untuk menemui Bu Reva" ucapku
"Oh ya, Rey ada apa?" tanya Bu Reva dengan suara lembut khasnya.
"Sebelumnya, Rey mau minta maaf Bu, tadi Rey tidak sengaja memecahkan vas bunga di meja guru. Rey minta maaf Bu, Rey tidak sengaja menyenggolnya tadi sewaktu piket.
Rey janji akan mengganti vas bunga itu Bu," jelasku dengan kepala tertunduk. Entah mengapa, saat kulirik sebentar wajah Bu Reva, Ia hanya tersenyum.
"Rey, Ibu bangga dengan mu. Ibu tidak akan marah, justru Ibu senang, kamu mau berkata jujur dan mau bertanggung jawab. Soal vas nya, kamu tidak usah menggantinya,
Ibu kemarin sengaja membeli vas bunga untuk kelas, karena vas bunga kelas juga sudah yang retak. Jadi, kamu tidak usah menggantinya." ucap Bu Reva.
"Waah, terimakasih Bu. Rey sangat senang." ucapku
"Iya Rey, sekarang kamu boleh pulang."
"Baik bu, sekali lagi terimakasih Bu. Saya ijin pulang Bu," ucapku sambil menyalami tangan Bu Reva.
        Aku pun mengambil sepedaku dan menggoesnya dengan senang. Hari ini, Rey mendapatkan banyak pelajaran berharga.
"Aku akan menceritakan semuanya ke Ayah. Ayah pasti akan senang" batinku. Saat Aku sampai di depan rumah ku, terpasang banyak bendera putih. Perasaanku semakin tidak
enak.Langsung saja aku masuk ke rumah. Tas yang semula ku gendong, jatuh dengan cepatnya ke bawah. Air mata yang ku bendung, kini pertahanannya hancur dengan derasnya.
Kini, sosok yang begitu Aku sayangi pergi menemui sang Rabbi.Terpapar jelas tubuhnya yang telah dibalut kain kafan.
       "Ayaaahh....kenapa ayah pergi darI Rey Yah.. Rey masih mau sama Ayah.. Rey mau masih denger nasehat Ayah.Ayah pernah janji sama Rey kalau Ayah ga bakal pernah
ninggalin Rey... Ayah ga boleh nyusul Ibu..hu hu hu Aayaahh" suara isak tangis Rey membuat setiap orang yang ada didalamnya ikut menangis, merasakan kesedihan
yang sedang dirasakan bocah tersebut.
"Sudahlah Rey, bukan kah ayahmu pernah berpesan bahwa kamu harus iklas dengan apa yang sudah ditakdirkan? ayahmu juga pernah berpesan bukan, kalau kamu harus
belajar bersabar? ayahmu sudah tenang disisi-NYA." ucap Bi Ijah, penjual lontong depan rumah yang sudah akrab dengan keluarga Rey.
"Iya Bi, Rey ingat"
"ikhlas kan Ayah mu Rey, percayalah Ayah mu sudah tenang disana." jelas Bi Ijah.
"Makasih bi, Rey akan berusaha mengikhlaskan Ayah" ucapku di sela tangis ku. Aku memandang wajah ayah untuk yang terakhir kalinya. Walaupun kini harapan ku telah
sirna, Aku berjanji akan membuat ayah bangga.
"Tenang lah disana Yah, Rey disini akan selalu mendoakan Ayah. Rey akan selalu mengingat semua nasehat ayah. Terimakasih Yah, sudah menjadi AYAH terbaik untuk Rey"
ucapku tersenyum memandang wajah Ayah di pembaringan terakhir. 
Categories:
Similar Collection