Guru dapat memasukkan semangat kewirausahaan pada mata pelajaran yang diampunya. Materi pelajaran dapat dikaitkan dengan kewirausahaan. Hal ini tentu menuntut kreatifitas guru yang bersangkutan untuk memilih tema pembelajaran yang tepat (bukankah kreatifitas bagian dari jiwa wirausaha?). Kewirausahaan secara kognitif melalui pembelajaran dikelas kemudian dapat ditindak lanjuti dengan melibatkan aspek psikomotor dan afektif. Psikomotor dapat berupa sentra-sentra produksi, sedangkan afektif berupa pembiasan kegiatan kewirausahaan itu sendiri, dengan peserta didik dilibatkan dalam pengelolaannya. Dilibatkan. Bukan hanya sebagai petugas lapangan saja, namun juga diajak bertindak sebagai manajer.
Kewirausahaan dari segi psikomotor, peserta didik dapat diarahkan pada sektor produksi dengan sentra-sentra produksi. Sebagi contoh penerapan ekstrakurikuler yang menghasilkan produk, program OCOP (One Class One Produk), dan program taman menghasilkan.
Ekstrakurikuler yang menitik beratkan “life skill” sebagai bekal hidup jika lulus nanti diarahkan kepada produksi. Manajemen yang transparan dan feed back yang nyata kepada peserta didik akan menambah semangat peserta didik itu sendiri, misalnya ekstrakurikuler produk daur ulang, maka semua produk dari peserta didik bernilai ekonomis dan dijual secara nyata, sedangkan hasilnya dikembalikan kepada peserta didik. Adapun sekolah hanya sebagai perantara saja, melalui kantin sekolah, koperasi sekolah, atau pihak ketiga. Hal ini tentu akan menambah semangat peserta didik.
Program OCOP (One Class One Product) juga dapat menambah semangat dan daya saing antar kelas. Produk yang dihasilkan kemudian dapat dijual melalui koperasi sekolah atau kantin sekolah. Program OCOP juga dapat dimodifikasi, dalam arti mungkin juga setiap kelas bisa membuat lebih dari satu produk. Hasil dari penjualan ke koperasi sekolah atau kantin sekolah dikembalikan kepada masing-masing kelas.
Program Taman Menghasilkan (PTM) dapat diterapkan disetiap kelas. Tentu akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana jika sekolah yang bersangkutan minim lahan? jawabnya tentu dapat diatasi dengan “vertical garden” atau hidroponik. Perangkat penanaman dapat disediakan oleh sekolah termasuk bibit tanaman, sedangkan pemeliharaan dikembalikan kepada peserta didik karena panen juga dikelola oleh kelas masing-masing dengan koperasi sekolah atau kantin sebagai pengepul. Tanaman yang mudah perawatan dan cepat laku adalah sayuran. Peserta didik dengan kelas yang rajin tentu akan menambah “lahan/media” tanam sebanyak mungkin untuk meningkatkan produksi. Keadaan ini tentu akan menambah kas kelas itu sendiri.
Peran sekolah sebagai pengepul hasil produksi peserta didik sekaligus pemasaran kepada pihak ketiga tentu mendapatkan keuntungan tersendiri. Pembelajaran disekolah diharapkan menyenangkan, berhasil guna, dan berdaya guna. Pengalaman langsung tersebut akan menambah wawasan peserta didik tentang kewirausahaan, baik secara individu maupun kelompok.